LCD Text Generator at TextSpace.net
Selamat Datang Di Blog DUPEN ~ a/n SAHRUL DJAMUDDIN ~ Flexy: (0411)-2671979 ~ AS: 085242218169 Donasi Rek. Muamalat 8080002402 ~ والسلام عليكم ورحمةالله وبركاته
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته WELCOME 2 Blog+DUPEN-Donasi Rek. Muamalat 8080002402 ~ Sahrul Entertainment & C-@rt Infotainment -> والسلام

Rabu, 12 Desember 2012

Mengoptimalkan Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences)


Orang yang sering berpikir bahwa anak yang cerdas adalah anak yang pintar dalam ilmu-ilmu exact, seperti matematika dan IPA. Sementara orang yang berprestasi di bidang seni, seperti pelukis dan penyair, misalnya sering masih dipandang sebelah mata. Pada kenyataannya, kita tidak dapat mengingkari bahwa banyak orang sukses di dunia ini yang tidak berhasil secara akademis.

Seorang peneliti dari Harvard yaitu Dr. Howard Gardner, mengembangkan konsep Multiple Intelligences/Kecerdasan Majemuk yang mengajukan teori delapan jenis kecerdasan, antara lain:
1.         Kecerdasan Linguistik/Bahasa
2.         Kecerdasan Logika Matematika
3.         Kecerdasan Gerak
4.         Kecerdasan Spasial
5.         Kecerdasan Musik
6.         Kecerdasan Intrapersonal
7.         Kecerdasan Interpersonal
8.         Kecerdasan Naturalis
Ada pula yang mengajukan Teori Kecerdasan Transendental/Rohani, meskipun dalam prakteknya masih menghadapi perdebatan.

Untuk mengembangkan kecerdasan seorang anak, diperlukan tiga kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan fisik, emosi, dan stimulasi dini.

Mari kita intip 8 kecerdasan tersebut.
1.         Kecerdasan Linguistik/Bahasa
Kecerdasan ini dapat menunjukkan kecerdasan logika berpikir seorang anak. Jika dia bisa berbahasa/berbicara dengan bagus dan lancar niscaya logika berpikirnya akan bagus.
Anak-anak cenderung lebih sering menggunakan kata-kata yang ‘acak-acakan’.
Untuk merangsang kecerdasan berbahasa verbal, sebaiknya kita:
a.      Sering mengajak anak bercakap-cakap
b.      Sering membacakan cerita/dongeng
c.       Sering mengajarkan nyanyian/lagu
Pandai berbahasa bukan hanya berarti menguasai banyak bahasa, melainkan si anak mempunyai kemampuan dalam mengolah bahasa. Hal ini penting untuk mengajarkan bahasa ibu terlebih dahulu karena hal itu akan mendorong logika berpikir si anak.
Tidak semua anak cerdas dalam berbahasa. Seandainya si anak belum siap menerima multibahasa. Jangan memberikannya. Bila guru dan orangtua menjejalkan anak dengan beragam bahasa, hasilnya anak akan mengalami kebingungan bahasa.
Stimulus dari lingkungannya akan mempengaruhi kemampuan otak si anak dan pada akhirnya akan bermuara pada keterampilan anak dalam mengolah kata-kata dan berbicara. Biasanya, kurangnya kemampuan berbahasa pada anak terjadi apabila sejak kecil anak jarang diajak berkomunikasi.

2.         Kecerdasan Logika Matematika
Biasanya logika matematika dikatikan dengan otak yang melibatkan beberapa komponen, yakni perhitungan secara matematis, berpikir logis, dan pemecahan masalah. Anak dengan kemampuan ini akan senang berkutat dengan rumus-rumus dan pola-pola abstrak. Tidak hanya pada bilangan matematika, tetapi juga meningkat pada kegiatan yang bersifat analisis dan konseptual.
Ada kaitan antara logika matematika dan kecerdasan linguistik, anak menganalisis dan menjabarkan alasan logis, serta kemampuan mengonstruksi solusi dari persoalan yang timbul. Menurut Gardner, ciri anak yang cerdas matematika adalah anak  yang suka mengotak-atik benda dan melakukan uji coba.
Dalam hal ini kita dituntut untuk kreatif dalam mengenalkan dan mengajarkan konsep matematika sehingga anak menjadi fun dalam mempelajarinya dan tidak menganggap matematika sebagai sesuatu yang menakutkan.
Dalam meningkatkan kecerdasan ini, ciptakan lingkungan matematika. Tidak harus selalu berkutat dengan rumus-rumus serius, tapi bisa diselipkan dalam kegiatan sehari-hari, misalnya dengan menanyakan kepada anak, lebih besar tempat bekal si A atau si B? Atau lebih berat mana tas si A atau si B? Dengan begitu secara tidak langsung kita telah mengajarkan kepada anak tentang konsep panjang dalam meter atau berat dalam gram.
Beberapa cara membantu anak mengembangkan kecerdasan matematika:
a.       Perbanyak koleksi buku-buku referensi mengenai konsep matematika
b.      Buat permainan seru dengan melibatkan murid-murid dalam lomba-lomba, seperti berhitung dan permainan asyik lainnya
c.  Manfaatkan berbagai benda yang ada di sekitar kita sebagai media pengajaran. Misalnya, saat mengajarkan bangun ruang atau datar dan lingkaran, mintalah anak untuk mengamati pola dari beberapa bendera negara dari buku-buku, bentuk atap rumah dan sebagainya.

3.         Kecerdasan Gerak
Kecerdasan gerak merupakan kemampuan seseorang untuk mengekspresikan ide dan perasaan dalam gerakan tubuh. Kecerdasan ini dimiliki orang-orang yang menggunakan koordinasi tubuhnya dan mampu mengontrol gerakan-gerakannya itu, seperti para atlet dan penari.
Anak yang menonjol dalam hal ini sering disebut body smart. Umumnya, anak cerdas gerak memiliki kematangan motorik, baik motorik kasar, seperti berlari, menangkap, melempar, dan memanjat tebing, maupun motorik halus, seperti menulis, menggunting, dan menempel. Keduat tipe gerakan ini membutuhkan koordinasi visual-motorik, ketepatan, keseimbangan, dan kelenturan.
Ada tiga pusat kemampuan kognitif dalam kecerdasan kinestetik/gerak yang merupakan komponen penting dari gerak tubuh, yakni:
a.       Logika motorik merupakan kemampuan saraf otot untuk bergerak
b.  Memori kinestetik merupakan kemampuan anak mengatur batas dari gerakan melalui konstruksi otot, gerakan dan posisi dalam ruang
c.  Kesadaran kinestetik merupakan kemampuan indra gerak anak untuk mengikuti perintah dan petunjuk.
Pendidik dapat membantu orangtua menemukan dan mengembangkan kecerdasan gerak anak sejak dini. Kecerdasan ini dapat diamati saat anak mulai melakukan gerak bertujuan, misalnya berjalan, melompat, memanjat, atau berlari. Bila anak terlihat mampu melakukan gerakan dengan sangat terampil dibandingkan dengan anak seusianya, berarti ada kemungkinan dia memiliki kelebihan dalam kecerdasan gerak. Melalui aktivitas olahraga atau seni, seperti menyanyi atau menari, anak dapat teramati kemampuan geraknya.
Kecerdasan gerak tidak sekedar melibatkan gerakan saja, tapi juga melibatkan kemampuan berpikir. Misalnya, meniru gerakan tarian atau menendang bola ke arah gawang. Pada usia 3 tahun, biasanya anak mulai menunjukkan ciri-ciri keunggulan dalam kecerdasan kinestetik. Kesiapan motoriknya sudah berkembang mendekati sempurna.
Sejalan dengan kesiapan fisiknya, anak juga mulai berkembang dalam kemampuan berpikirnya. Anak mulai mampu meniru dan menghafal gerakan sehingga ketika si anak diminta mengulang kembali gerakan tertentu, dia mampu melakukannya dengan baik.
Beberapa kegiatan yang bisa dilakukan untuk mengembangkan potensi anak yang tergolong cerdas gerak, antara lain:
a.    Menyediakan ruang yang cukup luas agar anak bisa menyentuh apapun yang mereka lihat. Ajak anak ke tempat-tempat yang memicu eksplorasinya dalam menyentuh.
b.  Memberikan anak ruang yang cukup untuk bergerak sehingga anak cerdas gerak berlajar berinteraksi dengan ruang di sekitarnya.
c.   Minta anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang berorientasi pada gerakan, seperti pementasan drama dan menari dalam kegiatan sekolah, senam, balet, dan olahraga. Beberapa aktivitas menawarkan anak belajar melalui interaksi spasial dan gerakan tubuh yang bermanfaat untuk membangun kepercayaan dirinya.
d.     Melakukan beberapa kegiatan yang menunjang kemampuan gerak motorik anak, seperti memasukkan manik-manik ke benang, menggunting kertas, dan kegiatan kerajinan tangan lainnya.
e.      Bermain petak umpet, kucing-kucingan, lompat tali, dan sebagainya.

Banyak orangtua yang kemudian mengarahkan anaknya untuk mengikut les-les yang bisa mengembangkan kecerdasan gerak anaknya, seperti les menari, renang dan sebagainya. Sayang, anak sering cepat bosan dengan aktivitasnya. Di sinilah peran pendidik/guru dan orangtua dituntut untuk jeli memilih kegiatan yang tidak hanya berfokus pada pengembangan keterampilan geraknya, tetapi juga harus bisa mengembangkan kecerdasan-kecerdasan lainnya.

4.         Kecerdasan Spasial
Kita sering berdecak kagum menyaksikan gedung-gedung pencakar langit yang ada di kota-kota besar. Semua bangunan itu tentu sudah dirancang dengan apik oleh para arsitek yang andal. Para arsitek dan seniman, seperti Leonardo da Vinci dan legenda pelukis Indonesia, Affandi, atau Walt Disney yang melegenda dengan tokoh-tokoh kartun rekaaannya, seperti Mickey Mouse dan Donald Duck adalah contoh dari orang-orang yang memiliki kecerdasan spasial-visual.
Kecerdasan ini melibatkan imajinatif aktif yang membuat seseorang mampu mempersepsikan warna, garis dan luas, serta menetapkan arah dengan tepat.
Kecerdasan spasial umumnya dimiliki para pelukis, pemahat, arsitek, dan pilot. Anak dengan kecerdasan spasial-visual adalah pengamat dunia. Mereka peka terhadap tanda-tanda alam dan mengamatinya secara menyeluruh. Anak dengan tipe kecerdasan seperti ini biasanya menyukai pelajaran yang dikemas dalam metode diagram, grafik, tabel, dan mind mapping.
Lalu bagaimana cara mengembangkan kecerdasan spasial-visual anak?
a.      Kenalkan arah
Saat anak memasuki usia 2 tahun, kita bisa mengajarkannya mengenal arah dengan mulai membedakan tangan kanan dan kiri atau kaki kanan dan kiri. Jika anak sudah paham, saat jalan pulang ke rumah tanyakan, “Jalan pulang belok kanan atau belok kiri, ya?”
b.      Bermain puzzle dan balok
Sebaiknya jumlah puzzle disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak. Saat anak berusia 3 tahun, cobalah lima keping puzzle dulu. Semakin usia bertambah jumlah puzzle pun bertambah. Begitupun dengan bermain balok; semakin bertambah usianya lebih tinggi pula tingkat kesulitannya.
c.       Belajar bentuk
Saat anda membaca buku bersama anak didik, mintalah dia memperhatikan bentuk-bentuk rumah, bola, atau benda yang ada dalam buku. Sebutkan konsep garis, seperti melengkung, lurus, zig-zag, bulat, persegi, atau kerucut. Deskripsikan suatu bentuk secara verbal, lalu mintalah anak menggambarkannya.
Kemudian ajaklah anak berlatih membentuk berbagai gambar dari sebuah garis lurus atau lengkung. Hal ini bertujuan untuk melatih anak dalam menerjemahkan suatu bentuk ke dalam pikirannya menjadi gambar dua dimensi. Kegiatan mewarnai juga dapat melatih anak mengenal batasan posisi warna merah atau kuning supaya tidak melewati garis.
Sekali-kali tanyakan kepada anak didik, “Dari sebuah garis lengkung atau titik, bisa menjadi gambar apa, ya?”. Jika jawabannya lebih dari tiga, bisa jadi anak didik kita memiliki daya imajinasi bentuk dan ruang yang meyakinkan.
d.      Belajar mengamati
Saat melihat suatu gambar, ajaklah anak melihat detail-detailnya. Kemudian tanyakan kembali detail itu, misalnya “Jendelanya berbentuk apa?” atau “Ceritakan apa saja sih, yang ada di rumah tadi?”.
Selain itu, untuk merangsang kecerdasan spasial anak didik kita, cobalah anda juga bisa merancang permainan berburu harta karun dengan menggunakan peta sederhana. Anak dengan kecerdasan spasial, biasanya lebih mudah memahami peta. Sekarang ini banyak permainan ‘mencari jalan’ yang adala dalam majalah-majalah untuk anak TK disertai dengan cerita dan gambar yang menarik. Insya Allah anak-anak tidak akan bosan dibuatnya.... Amin...

5.         Kecerdasan Musik
Musik adalah bahasa universal atau musik sebagai ekspresi diri. Ia merupakan pernyataan untuk melukiskan betapa musik mewarnai kehidupan manusia dan dapat diterima di belahan mana pun di dunia. Meskipun dapat dikatakan bahwa semua orang suka musik, ternyata tidak banyak yang memahami dan memiliki kecerdasan musik. Tipe kecerdasan ini berkembang sangat baik pada musisi, penyanyi dan komposer.
Kecerdasan bermusik mencakup kepekaan atau penguasaan terhadap nada, irama, pola-pola, ritme, tempo, instrumen, dan ekspresi musik sehingga seseorang mampu menyanyikan lagu, memainkan musik, dan menikmati musik. Imitasi dan eksplorasi terhadap berbagai bunyi, gambar, dan gerakan, selayaknya menjadi bagian dari pengalaman anak sehari-hari.
Musik tidak hanya berkaitan dengan perkembangan kognitif, tapi juga mampu mengembangkan kecakapan sikap, tingkah laku, dan disiplin anak. Melalui musik, rasa percaya diri anak meningkat, yang kemudian menular ke bidang lainnya, seperti matematika, geografi, ekonomi dan sebagainya.
Kenali bakat musik anak didik anda lewat alat-alat musik yang mereka mainkan dan lagu-lagu yang mereka nyanyikan. Pengenalan musik terhadap anak di sekolah bisa dilakukan dengan cara membuat permainan-permainan menciptakan musik, misalnya dengan alat-alat makan (piring, sendok, atau gelas). Hal ini dapat membantunya mempelajari irama, lemah-kuatnya nada, dan tinggi-rendahnya bunyi.
Beberapa kegiatan yang bisa dilakukan di sekolah untuk menggali kecerdasan musik anak didi antara lain:
a.     Kenalkan anak lewat berbagai jenis alat musik meskipun hanya lewat gambar.
b.   Menyediakan alat-alat musik sederhana, misalnya gitar, drum, piano, tamborin mainan (dari plastik) dan sebagainya.
c.       Mengajarkan not balok lewat lagu-lagu sederhana.
d.  Untuk melatih kepekaan nada, anak juga dapat diperdengarkan lagu-lagu dengan irama yang berbeda saat dia makan, menggambar, bermain, dan dalam melakukan aktivitas lainnya.
e.  Anak-anak cenderung menyukai lagu yang bernada riang. Bernyanyi bisa dikombinasikan dengan kegiatan bermain lainnya, seperti permainan kursi putar.
f.  Ajaklah anak untuk menampilkan kebolehan mereka dalam acara-acara sekolah.

6.         Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan ini merupakan kemampuan seseorang untuk mengenali dan mengembangkan potensi, serta mengekspresikan dirinya.
Seorang anak yang memiliki kecerdasan ini akan mengetahui kekuatan dan kelemahannya, suasana hatinya, temperamennya, keinginannya, dan motivasinya.
Anak harus belajar mengembangkan kecerdasan personal yang tak lain adalah gabungan kecerdasan intrapersonal (self smart/cerdas diri) dan kecerdasan interpersonal (people smart/cerdas sosial). Untuk itu kepedulian orangtua dan lingkungan sekitarnya terhadap kecerdasan personal, mutlak diperlukan.
Berbeda dengan tipe lainnya, perwujudan tipe kecerdasan ini membutuhkan perpaduan dengan tipe kecerdasan lainnya. Misalnya perpaduan dengan kecerdasan bahasa akan melahirkan karya sastra yang berisi pemikiran atau filosofi menakjubkan. Anak yang menonjol dalam hal ini sering disebut self smart. Contohnya Faiz, buku-buku kumpulan puisinya yang diterbitkan DAR! Mizan membuat namanya menjadi fenomenal sebagai penyair cilik, disusul Izzati, sepupu Faiz; Chacha, Ghefira, juga penulis-penulis cilik lainnya.
Ketahuilah konsep diri seorang anak berasal dari pengetahuan yang baik tentang dirinya sercara positif, baik itu mengenai mood, temperamen, motivasi, maupun intensinya dalam suatu lingkungan. Tidak cukup sampai di situ, anak juga harus dapat mengutarakan pendapatnya, keinginannya, kebutuhannya, kekecewaannya, kejengkelannya, atau apa pun yang berkecamuk dalam dirinya. Sehingga dia bisa dipahami dan diterima secara baik oleh lingkungannya. Penerimaan ini akan membuat dirinya menjadi lebih nyaman.

7.         Kecerdasan Interpersonal
Kemampuan personal merupakan suatu keterampilan sosial yang berkaitan dengan ranah afektif dan emosi, seperti masalah etika, motivasi, moral dan hati nurani.
Kemampuan personal akan menumbuhsuburkan nilai-nilai kebaikan universal pada diri anak. Diharapkan berkembang menjadi pribadi yang berwatak dan berbudi pekerti luhur; santun, saling menghormati; dan menghargai sesama.
Kemampuan personal yang berkembang baik dapat mengembangkan kecerdasan spiritual anak.
Komponen yang bisa diterapkan dalam kegiatan keseharian yang bisa membantu anak mengembangkan kemampuan interpersonalnya antara lain:
a.       Komunikasi
Anak yang tidak dibiasakan berkomunikasi tidak bisa mengungkapkan keinginannya sehingga dia cenderung menjadi pribadi yang tertutup dan mudah  ‘meledak’.
b.      Hubungan dengan orang lain
Seorang pendidik dituntut untuk mampu mengenalkan anak pada etika, nilai, dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakatnya.
Biasakanlah anak untuk mengucapkan kalimat-kalimat thayib seperti Hamdalah, Basmalah, Tasbih, Hauqalah, Takbir, Tahmid. dan jangan lupa anak diajarkan untuk bersyukur dan berterima kasih kepada orang lain, berbagai makanan dengan teman-temannya dan bagaimana bersikap kepada sesama; kepada orang yang lebih muda atau orang yang lebih tua. Insya Allah anak akan tumbuh menjadi anak yang berbudi luhur.
c.       Kasih sayang
Ajarkan anak untuk memiliki rasa kasih sayang pada sesama, seperti pada orangtua, teman, guru dan orang lain. Misalnya mengunjungi teman yang sakit atau tidak mengganggu teman yang lain adalah contoh kasih sayang terhadap teman yang bisa diajarkan di sekolah.
Begitu pula terhadap makhluk hidup lainnya, seperti tanaman dan binatang piaraan. Misalnya hewan piaraan harus diberi makan dan minum, serta dibersihkan kandangnya.
d.      Berbagai
Manusia adalah makhluk sosial (Homo Homini Socious). Orang sehebat apa pun tidak akan bisa hidup tanpa bantuan dari orang lain. Oleh karena itu anak dibiasakan untuk mau berbagi. Harus tahu bahwa dalam hidup, dia tidak sendirian; masih ada orang lain yang kondisinya bisa saja berbeda dan perlu dibantu.
Ajari anak untuk tidak bersikap pelit lewat kerelaan berbagi bekal atau bertukar makanan di TK, berbagai atau saling meminjamkan mainan, dan sebagainya.
e.      Kepemilikan
Anak-anak sering merebut mainan milik temannya. Atau mengakui mainan milik orang lain sebagai miliknya. Hal ini tidak bagus. Untuk itu kita perlu kenalkan kepada anak untuk mengenali barang miliknya dan milik orang lain. Ajarkan pula bagaimana caranya dia menjaga barang pribadinya dan menghargai barang milik orang lain.
Secara tidak langsung anak belajar bertanggung jawab dengan menjaga barang miliknya dan orang lain.
f.        Kepedulian/perhatikan
Dalam hal ini terkandung masalah empati, rasa sayang dan lainnya. Anak diajarkan untuk peduli pada sesamanya. Contoh bilama ada temannya yang berulang tahun, ajarilah anak untuk mengucapkan selamat ulang tahun. Jika ada yang kurang mampu, ajarilah anak untuk membagi sebagian miliknya. Atau jika ada temannya yang sakit ajaklah dia untuk menjenguk/menengok temannya sambil membawa buah tangan.
g.       Perasaan
Anak cenderung sangat ekspresif dengan perasaannya. Jika sedih dia akan menangis; jika marah dia bisa mengamuk; dan jika senang, dia akan tertawa riang. Kadang ada anak yang tidak mampu mengontrol emosinya.
Sebagai pendidik ajarlah anak dengan menggambarkan beberapa raut wajah yang menunjukkan berbagai emosi seperti marah, senang, sedih, kecewa, atau kesal sambil menjelaskan masing-masing emosi tersebut.
h.      Pemilihan
Terkadang orang dewasa suka memaksakan kehendaknya kepada anak-anak sehingga anak tidak memiliki pilihan lain yang bisa dia pilih. Akibatnya dia tidak jarang menjadi anak yang stres. Ajarkan anak untuk memilih sesuatu yang  benar-benar dia sukai secara asertif (tegas), bukan karena pengaruh atau tekanan dari orang lain.
Namun jika pilihan anak itu salah atau tidak sesuai dengan keinginan kita, jelaskan secara lemah lembut dan memintanya untuk mengubah pilihan tersebut. Yang disertai dengan argumen yang bisa mereka terima sehingga mereka tidak merasa sedih atau kecewa.
i.         Kehidupan
Ajarkan kepada anak bahwa kehidupan tidak lepas dari tanggung jawab dan komitmen. Ceritakan contoh-contohnya dari masalah sehari-hari; bagaimana orangtua bekerja keras demi memenuhi tanggung jawabnya bagi keluarga. Lalu kita juga bisa menyelipkan pesan kepada mereka, jika dibelikan sesuatu hendaknya harus dijaga jangan sampai rusak.
Sekali-kali ajak anak didik kita berjalan-jalan di seputar sekolah. Terangkan berbagai kejadian yang mereka lihat dengan bahasa sederhana, misalnya mengapa ada orang yang menjadi pengemis atau ada pula yang bisa memiliki mobil pribadi. Dari melihat realita kehidupan sehari-hari anak dapat belajar bahwa kehidupan tidak selamanya menyenangkan dan perlu perjuangan.
Anak didik dapat juga diminta untuk menceritakan pengalaman mereka bersama keluarga dan teman-temannya.
j.        Mengatasi masalah
Anak diajarkan bagaimana mengatasi masalah yang dihadapinya. Jika dia merasa kesal karena tidak dipinjamkan sesuatu oleh temannya, kita bisa membantunya mengalihkan perhatiannya dari rasa kesal. Misalnya dengan mengajaknya melakukan sebuah permainan atau menceritakan sebuah dongeng.
Ajarkan pula kepada anak untuk mandiri, belajar mengikat tali sepatu sendiri, misalnya akan mengajari anak bagaimana bersabar.

8.         Kecerdasan Naturalis
Kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami sifat-sifat alam. Juga kemampuan untuk bekerja sama dan menyelaraskan diri dengan alam dan senang berada di lingkungan alam yang terbuka, seperti pantai, gunung, cagar alam, atau hutan. Anak-anak dengan kecerdasan ini cenderung suka mengobservasi lingkungan alam, seperti aneka macam bebatuan, jenis-jenis lapisan tanah, aneka macam flora dan fauna, atau benda-benda di angkasa.
Anak dengan kecerdasan ini berpotensi untuk menjadi ahli/peneliti alam, seperti ahli biologi, ahli botani, antropolog, astronaut, atau petani. Anak yang menonjol dalam hal ini sering disebut nature smart.
Cara yang bisa dipakai untuk mengembangkan kecerdasan ini di sekolah antara lain:
a.     Mengajak anak untuk menanam dan merawat sendiri tanaman mereka di sekolah, dalam pot atau di kebun sekolah.
b.    Di beberapa sekolah ada yang menyediakan hewan piaraan, seperti ayam, atau kambing. Ajak anak didik untuk memberi makan dan memperhatikan pertumbuhan hewan tersebut.
c.     Sekali-kali anak didik diajak ke kebun binatang atau pertanian, museum, planetarium, dan wahana rekreasi edukatif lainnya.

9.         Kecerdasan Transendental
Pada dasarnya sejak lahir manusia memiliki naluri ketuhanan, yaitu naluri adanya kekuasaan transendential di luar dirinya yang diyakininya bisa memberi kekuatan, ketenangan, semangat, bahkan rezeki dan hukuman. Kenalkan Tuhan pada anak-anak sedini mungkin agar dia memiliki kekayaan sense of moral yang penting untuk menjaga kesehatan mental sepanjang hidupnya.
Selain kecerdasan akademis (IQ), kecerdasan transendental (SQ) juga mutlak diperlukan dalam tumbuh-kembang seorang anak. Pendidikan SQ dapat menumbuhsuburkan self awareness dalam diri anak.
Mendekatkan anak pada Tuhan bisa dimulai dengan cara antara lain:
a.   Mengajarkan doa-doa pendek/doa sehari-hari, seperti doa sebelum dan sesudah makan, doa sebelum dan sesudah tidur, doa sebelum dan sesudah belajar, doa keluar-masuk kamar mandi, dan doa untuk orangtua.
b.  Mengajarkan surah-surah pendek dalam Juz ‘Amma. Dewasa ini sudah tidak aneh lagi jika anak usia 5 tahun sudah hafal lebih dari 3 juz Al-Quran.
c. Mengajarkan tata cara ibadah sehari-hari (wudhu, shalat dan sebagainya).
d.      Mengajarkan adab sopan santun terhadap orang yang lebih tua, sebaya, atau yang lebih muda.
Hindarkan persepsi bahwa  anak yang tidak cerdas logika (pintar matematika dan exact) adalah anak yang bodoh. Pada dasarnya kecerdasan majemuk berkaitan dan menunjang satu sama lain, meskipun dalam diri setiap anak pasti ada salah satu yang dominan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar