Orang yang sering berpikir bahwa anak yang cerdas adalah anak yang
pintar dalam ilmu-ilmu exact, seperti matematika dan IPA. Sementara
orang yang berprestasi di bidang seni, seperti pelukis dan penyair, misalnya
sering masih dipandang sebelah mata. Pada kenyataannya, kita tidak dapat
mengingkari bahwa banyak orang sukses di dunia ini yang tidak berhasil secara
akademis.
Seorang peneliti dari Harvard yaitu Dr. Howard Gardner,
mengembangkan konsep Multiple Intelligences/Kecerdasan Majemuk yang
mengajukan teori delapan jenis kecerdasan, antara lain:
1.
Kecerdasan
Linguistik/Bahasa
2.
Kecerdasan Logika
Matematika
3.
Kecerdasan Gerak
4.
Kecerdasan Spasial
5.
Kecerdasan Musik
6.
Kecerdasan Intrapersonal
7.
Kecerdasan Interpersonal
8.
Kecerdasan Naturalis
Ada pula yang mengajukan Teori Kecerdasan Transendental/Rohani,
meskipun dalam prakteknya masih menghadapi perdebatan.
Untuk mengembangkan kecerdasan seorang anak, diperlukan tiga kebutuhan
pokok, yaitu kebutuhan fisik, emosi, dan stimulasi dini.
Mari kita intip 8 kecerdasan tersebut.
1.
Kecerdasan
Linguistik/Bahasa
Kecerdasan ini dapat menunjukkan kecerdasan logika berpikir
seorang anak. Jika dia bisa berbahasa/berbicara dengan bagus dan lancar niscaya
logika berpikirnya akan bagus.
Anak-anak cenderung lebih sering menggunakan kata-kata yang
‘acak-acakan’.
Untuk merangsang kecerdasan berbahasa verbal, sebaiknya
kita:
a.
Sering mengajak anak
bercakap-cakap
b.
Sering membacakan
cerita/dongeng
c.
Sering mengajarkan
nyanyian/lagu
Pandai berbahasa
bukan hanya berarti menguasai banyak bahasa, melainkan si anak mempunyai
kemampuan dalam mengolah bahasa. Hal ini penting untuk mengajarkan bahasa ibu
terlebih dahulu karena hal itu akan mendorong logika berpikir si anak.
Tidak semua anak
cerdas dalam berbahasa. Seandainya si anak belum siap menerima multibahasa.
Jangan memberikannya. Bila guru dan orangtua menjejalkan anak dengan beragam
bahasa, hasilnya anak akan mengalami kebingungan bahasa.
Stimulus dari
lingkungannya akan mempengaruhi kemampuan otak si anak dan pada akhirnya akan
bermuara pada keterampilan anak dalam mengolah kata-kata dan berbicara.
Biasanya, kurangnya kemampuan berbahasa pada anak terjadi apabila sejak kecil
anak jarang diajak berkomunikasi.
2.
Kecerdasan Logika
Matematika
Biasanya logika matematika dikatikan dengan otak yang
melibatkan beberapa komponen, yakni perhitungan secara matematis, berpikir
logis, dan pemecahan masalah. Anak dengan kemampuan ini akan senang berkutat
dengan rumus-rumus dan pola-pola abstrak. Tidak hanya pada bilangan matematika,
tetapi juga meningkat pada kegiatan yang bersifat analisis dan konseptual.
Ada kaitan antara logika matematika dan kecerdasan
linguistik, anak menganalisis dan menjabarkan alasan logis, serta kemampuan
mengonstruksi solusi dari persoalan yang timbul. Menurut Gardner, ciri anak
yang cerdas matematika adalah anak yang
suka mengotak-atik benda dan melakukan uji coba.
Dalam hal ini kita dituntut untuk kreatif dalam mengenalkan
dan mengajarkan konsep matematika sehingga anak menjadi fun dalam
mempelajarinya dan tidak menganggap matematika sebagai sesuatu yang menakutkan.
Dalam meningkatkan kecerdasan ini, ciptakan lingkungan
matematika. Tidak harus selalu berkutat dengan rumus-rumus serius, tapi bisa
diselipkan dalam kegiatan sehari-hari, misalnya dengan menanyakan kepada anak,
lebih besar tempat bekal si A atau si B? Atau lebih berat mana tas si A atau si
B? Dengan begitu secara tidak langsung kita telah mengajarkan kepada anak
tentang konsep panjang dalam meter atau berat dalam gram.
Beberapa cara membantu anak mengembangkan kecerdasan
matematika:
a.
Perbanyak koleksi buku-buku
referensi mengenai konsep matematika
b.
Buat permainan seru dengan
melibatkan murid-murid dalam lomba-lomba, seperti berhitung dan permainan asyik
lainnya
c.
Manfaatkan berbagai benda
yang ada di sekitar kita sebagai media pengajaran. Misalnya, saat mengajarkan
bangun ruang atau datar dan lingkaran, mintalah anak untuk mengamati pola dari
beberapa bendera negara dari buku-buku, bentuk atap rumah dan sebagainya.
3.
Kecerdasan Gerak
Kecerdasan gerak merupakan kemampuan seseorang untuk
mengekspresikan ide dan perasaan dalam gerakan tubuh. Kecerdasan ini dimiliki
orang-orang yang menggunakan koordinasi tubuhnya dan mampu mengontrol
gerakan-gerakannya itu, seperti para atlet dan penari.
Anak yang menonjol dalam hal ini sering disebut body
smart. Umumnya, anak cerdas gerak memiliki kematangan motorik, baik motorik
kasar, seperti berlari, menangkap, melempar, dan memanjat tebing, maupun
motorik halus, seperti menulis, menggunting, dan menempel. Keduat tipe gerakan
ini membutuhkan koordinasi visual-motorik, ketepatan, keseimbangan, dan
kelenturan.
Ada tiga pusat kemampuan kognitif dalam kecerdasan
kinestetik/gerak yang merupakan komponen penting dari gerak tubuh, yakni:
a.
Logika motorik
merupakan kemampuan saraf otot untuk bergerak
b.
Memori kinestetik
merupakan kemampuan anak mengatur batas dari gerakan melalui konstruksi otot,
gerakan dan posisi dalam ruang
c. Kesadaran kinestetik merupakan
kemampuan indra gerak anak untuk mengikuti perintah dan petunjuk.
Pendidik dapat
membantu orangtua menemukan dan mengembangkan kecerdasan gerak anak sejak dini.
Kecerdasan ini dapat diamati saat anak mulai melakukan gerak bertujuan,
misalnya berjalan, melompat, memanjat, atau berlari. Bila anak terlihat mampu
melakukan gerakan dengan sangat terampil dibandingkan dengan anak seusianya,
berarti ada kemungkinan dia memiliki kelebihan dalam kecerdasan gerak. Melalui aktivitas
olahraga atau seni, seperti menyanyi atau menari, anak dapat teramati kemampuan
geraknya.
Kecerdasan gerak
tidak sekedar melibatkan gerakan saja, tapi juga melibatkan kemampuan berpikir.
Misalnya, meniru gerakan tarian atau menendang bola ke arah gawang. Pada usia 3
tahun, biasanya anak mulai menunjukkan ciri-ciri keunggulan dalam kecerdasan
kinestetik. Kesiapan motoriknya sudah berkembang mendekati sempurna.
Sejalan dengan
kesiapan fisiknya, anak juga mulai berkembang dalam kemampuan berpikirnya. Anak
mulai mampu meniru dan menghafal gerakan sehingga ketika si anak diminta
mengulang kembali gerakan tertentu, dia mampu melakukannya dengan baik.
Beberapa kegiatan
yang bisa dilakukan untuk mengembangkan potensi anak yang tergolong cerdas
gerak, antara lain:
a. Menyediakan ruang yang
cukup luas agar anak bisa menyentuh apapun yang mereka lihat. Ajak anak ke
tempat-tempat yang memicu eksplorasinya dalam menyentuh.
b. Memberikan anak ruang yang
cukup untuk bergerak sehingga anak cerdas gerak berlajar berinteraksi dengan
ruang di sekitarnya.
c.
Minta anak untuk
berpartisipasi dalam aktivitas yang berorientasi pada gerakan, seperti
pementasan drama dan menari dalam kegiatan sekolah, senam, balet, dan olahraga.
Beberapa aktivitas menawarkan anak belajar melalui interaksi spasial dan
gerakan tubuh yang bermanfaat untuk membangun kepercayaan dirinya.
d. Melakukan beberapa kegiatan
yang menunjang kemampuan gerak motorik anak, seperti memasukkan manik-manik ke
benang, menggunting kertas, dan kegiatan kerajinan tangan lainnya.
e.
Bermain petak umpet,
kucing-kucingan, lompat tali, dan sebagainya.
Banyak orangtua yang kemudian mengarahkan anaknya untuk mengikut les-les yang bisa mengembangkan kecerdasan gerak anaknya, seperti les menari, renang dan sebagainya. Sayang, anak sering cepat bosan dengan aktivitasnya. Di sinilah peran pendidik/guru dan orangtua dituntut untuk jeli memilih kegiatan yang tidak hanya berfokus pada pengembangan keterampilan geraknya, tetapi juga harus bisa mengembangkan kecerdasan-kecerdasan lainnya.
4.
Kecerdasan Spasial
Kita sering berdecak kagum menyaksikan gedung-gedung pencakar
langit yang ada di kota-kota besar. Semua bangunan itu tentu sudah dirancang
dengan apik oleh para arsitek yang andal. Para arsitek dan seniman, seperti
Leonardo da Vinci dan legenda pelukis Indonesia, Affandi, atau Walt Disney yang
melegenda dengan tokoh-tokoh kartun rekaaannya, seperti Mickey Mouse dan Donald
Duck adalah contoh dari orang-orang yang memiliki kecerdasan spasial-visual.
Kecerdasan ini melibatkan imajinatif aktif yang membuat
seseorang mampu mempersepsikan warna, garis dan luas, serta menetapkan arah
dengan tepat.
Kecerdasan spasial umumnya dimiliki para pelukis, pemahat,
arsitek, dan pilot. Anak dengan kecerdasan spasial-visual adalah pengamat
dunia. Mereka peka terhadap tanda-tanda alam dan mengamatinya secara
menyeluruh. Anak dengan tipe kecerdasan seperti ini biasanya menyukai pelajaran
yang dikemas dalam metode diagram, grafik, tabel, dan mind mapping.
Lalu bagaimana cara mengembangkan kecerdasan spasial-visual
anak?
a.
Kenalkan arah
Saat anak memasuki usia 2 tahun, kita bisa mengajarkannya
mengenal arah dengan mulai membedakan tangan kanan dan kiri atau kaki kanan dan
kiri. Jika anak sudah paham, saat jalan pulang ke rumah tanyakan, “Jalan pulang
belok kanan atau belok kiri, ya?”
b.
Bermain puzzle dan
balok
Sebaiknya jumlah puzzle disesuaikan dengan usia dan
kemampuan anak. Saat anak berusia 3 tahun, cobalah lima keping puzzle dulu. Semakin
usia bertambah jumlah puzzle pun bertambah. Begitupun dengan bermain balok;
semakin bertambah usianya lebih tinggi pula tingkat kesulitannya.
c.
Belajar bentuk
Saat anda membaca buku bersama anak didik, mintalah dia
memperhatikan bentuk-bentuk rumah, bola, atau benda yang ada dalam buku. Sebutkan
konsep garis, seperti melengkung, lurus, zig-zag, bulat, persegi, atau kerucut.
Deskripsikan suatu bentuk secara verbal, lalu mintalah anak menggambarkannya.
Kemudian ajaklah anak berlatih membentuk berbagai gambar
dari sebuah garis lurus atau lengkung. Hal ini bertujuan untuk melatih anak
dalam menerjemahkan suatu bentuk ke dalam pikirannya menjadi gambar dua
dimensi. Kegiatan mewarnai juga dapat melatih anak mengenal batasan posisi
warna merah atau kuning supaya tidak melewati garis.
Sekali-kali tanyakan kepada anak didik, “Dari sebuah garis
lengkung atau titik, bisa menjadi gambar apa, ya?”. Jika jawabannya lebih dari
tiga, bisa jadi anak didik kita memiliki daya imajinasi bentuk dan ruang yang
meyakinkan.
d.
Belajar mengamati
Saat melihat suatu gambar, ajaklah anak melihat
detail-detailnya. Kemudian tanyakan kembali detail itu, misalnya “Jendelanya
berbentuk apa?” atau “Ceritakan apa saja sih, yang ada di rumah tadi?”.
Selain itu, untuk merangsang kecerdasan spasial anak didik
kita, cobalah anda juga bisa merancang permainan berburu harta karun dengan
menggunakan peta sederhana. Anak dengan kecerdasan spasial, biasanya lebih
mudah memahami peta. Sekarang ini banyak permainan ‘mencari jalan’ yang adala
dalam majalah-majalah untuk anak TK disertai dengan cerita dan gambar yang
menarik. Insya Allah anak-anak tidak akan bosan dibuatnya.... Amin...
5.
Kecerdasan Musik
Musik adalah bahasa universal atau musik sebagai ekspresi
diri. Ia merupakan pernyataan untuk melukiskan betapa musik mewarnai kehidupan
manusia dan dapat diterima di belahan mana pun di dunia. Meskipun dapat
dikatakan bahwa semua orang suka musik, ternyata tidak banyak yang memahami dan
memiliki kecerdasan musik. Tipe kecerdasan ini berkembang sangat baik pada
musisi, penyanyi dan komposer.
Kecerdasan bermusik mencakup kepekaan atau penguasaan
terhadap nada, irama, pola-pola, ritme, tempo, instrumen, dan ekspresi musik
sehingga seseorang mampu menyanyikan lagu, memainkan musik, dan menikmati
musik. Imitasi dan eksplorasi terhadap berbagai bunyi, gambar, dan gerakan,
selayaknya menjadi bagian dari pengalaman anak sehari-hari.
Musik tidak hanya berkaitan dengan perkembangan kognitif,
tapi juga mampu mengembangkan kecakapan sikap, tingkah laku, dan disiplin anak.
Melalui musik, rasa percaya diri anak meningkat, yang kemudian menular ke
bidang lainnya, seperti matematika, geografi, ekonomi dan sebagainya.
Kenali bakat musik anak didik anda lewat alat-alat musik
yang mereka mainkan dan lagu-lagu yang mereka nyanyikan. Pengenalan musik
terhadap anak di sekolah bisa dilakukan dengan cara membuat permainan-permainan
menciptakan musik, misalnya dengan alat-alat makan (piring, sendok, atau
gelas). Hal ini dapat membantunya mempelajari irama, lemah-kuatnya nada, dan
tinggi-rendahnya bunyi.
Beberapa kegiatan yang bisa dilakukan di sekolah untuk
menggali kecerdasan musik anak didi antara lain:
a.
Kenalkan anak lewat
berbagai jenis alat musik meskipun hanya lewat gambar.
b.
Menyediakan alat-alat
musik sederhana, misalnya gitar, drum, piano, tamborin mainan (dari plastik)
dan sebagainya.
c.
Mengajarkan not balok
lewat lagu-lagu sederhana.
d.
Untuk melatih kepekaan nada,
anak juga dapat diperdengarkan lagu-lagu dengan irama yang berbeda saat dia
makan, menggambar, bermain, dan dalam melakukan aktivitas lainnya.
e.
Anak-anak cenderung
menyukai lagu yang bernada riang. Bernyanyi bisa dikombinasikan dengan kegiatan
bermain lainnya, seperti permainan kursi putar.
f.
Ajaklah anak untuk
menampilkan kebolehan mereka dalam acara-acara sekolah.
6.
Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan ini merupakan kemampuan seseorang untuk
mengenali dan mengembangkan potensi, serta mengekspresikan dirinya.
Seorang anak yang memiliki kecerdasan ini akan mengetahui
kekuatan dan kelemahannya, suasana hatinya, temperamennya, keinginannya, dan
motivasinya.
Anak harus belajar mengembangkan kecerdasan personal yang
tak lain adalah gabungan kecerdasan intrapersonal (self smart/cerdas diri)
dan kecerdasan interpersonal (people smart/cerdas sosial). Untuk itu
kepedulian orangtua dan lingkungan sekitarnya terhadap kecerdasan personal,
mutlak diperlukan.
Berbeda dengan tipe lainnya, perwujudan tipe kecerdasan ini
membutuhkan perpaduan dengan tipe kecerdasan lainnya. Misalnya perpaduan dengan
kecerdasan bahasa akan melahirkan karya sastra yang berisi pemikiran atau
filosofi menakjubkan. Anak yang menonjol dalam hal ini sering disebut self
smart. Contohnya Faiz, buku-buku kumpulan puisinya yang diterbitkan DAR! Mizan
membuat namanya menjadi fenomenal sebagai penyair cilik, disusul Izzati, sepupu
Faiz; Chacha, Ghefira, juga penulis-penulis cilik lainnya.
Ketahuilah konsep diri seorang anak berasal dari
pengetahuan yang baik tentang dirinya sercara positif, baik itu mengenai mood,
temperamen, motivasi, maupun intensinya dalam suatu lingkungan. Tidak cukup
sampai di situ, anak juga harus dapat mengutarakan pendapatnya, keinginannya,
kebutuhannya, kekecewaannya, kejengkelannya, atau apa pun yang berkecamuk dalam
dirinya. Sehingga dia bisa dipahami dan diterima secara baik oleh
lingkungannya. Penerimaan ini akan membuat dirinya menjadi lebih nyaman.
7.
Kecerdasan Interpersonal
Kemampuan personal merupakan suatu keterampilan sosial yang
berkaitan dengan ranah afektif dan emosi, seperti masalah etika, motivasi,
moral dan hati nurani.
Kemampuan personal akan menumbuhsuburkan nilai-nilai
kebaikan universal pada diri anak. Diharapkan berkembang menjadi pribadi yang
berwatak dan berbudi pekerti luhur; santun, saling menghormati; dan menghargai
sesama.
Kemampuan personal yang berkembang baik dapat mengembangkan
kecerdasan spiritual anak.
Komponen yang bisa diterapkan dalam kegiatan keseharian
yang bisa membantu anak mengembangkan kemampuan interpersonalnya antara lain:
a.
Komunikasi
Anak yang tidak dibiasakan berkomunikasi tidak bisa
mengungkapkan keinginannya sehingga dia cenderung menjadi pribadi yang tertutup
dan mudah ‘meledak’.
b.
Hubungan dengan orang
lain
Seorang pendidik dituntut untuk mampu mengenalkan anak pada
etika, nilai, dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakatnya.
Biasakanlah anak untuk mengucapkan kalimat-kalimat thayib
seperti Hamdalah, Basmalah, Tasbih, Hauqalah, Takbir, Tahmid. dan jangan
lupa anak diajarkan untuk bersyukur dan berterima kasih kepada orang lain,
berbagai makanan dengan teman-temannya dan bagaimana bersikap kepada sesama;
kepada orang yang lebih muda atau orang yang lebih tua. Insya Allah anak akan
tumbuh menjadi anak yang berbudi luhur.
c.
Kasih sayang
Ajarkan anak untuk memiliki rasa kasih sayang pada sesama,
seperti pada orangtua, teman, guru dan orang lain. Misalnya mengunjungi teman
yang sakit atau tidak mengganggu teman yang lain adalah contoh kasih sayang
terhadap teman yang bisa diajarkan di sekolah.
Begitu pula terhadap makhluk hidup lainnya, seperti tanaman
dan binatang piaraan. Misalnya hewan piaraan harus diberi makan dan minum,
serta dibersihkan kandangnya.
d.
Berbagai
Manusia adalah makhluk sosial (Homo Homini Socious).
Orang sehebat apa pun tidak akan bisa hidup tanpa bantuan dari orang lain. Oleh
karena itu anak dibiasakan untuk mau berbagi. Harus tahu bahwa dalam hidup, dia
tidak sendirian; masih ada orang lain yang kondisinya bisa saja berbeda dan
perlu dibantu.
Ajari anak untuk tidak bersikap pelit lewat kerelaan
berbagi bekal atau bertukar makanan di TK, berbagai atau saling meminjamkan
mainan, dan sebagainya.
e.
Kepemilikan
Anak-anak sering merebut mainan milik temannya. Atau mengakui
mainan milik orang lain sebagai miliknya. Hal ini tidak bagus. Untuk itu kita
perlu kenalkan kepada anak untuk mengenali barang miliknya dan milik orang
lain. Ajarkan pula bagaimana caranya dia menjaga barang pribadinya dan
menghargai barang milik orang lain.
Secara tidak langsung anak belajar bertanggung jawab dengan
menjaga barang miliknya dan orang lain.
f.
Kepedulian/perhatikan
Dalam hal ini terkandung masalah empati, rasa sayang dan
lainnya. Anak diajarkan untuk peduli pada sesamanya. Contoh bilama ada temannya
yang berulang tahun, ajarilah anak untuk mengucapkan selamat ulang tahun. Jika ada
yang kurang mampu, ajarilah anak untuk membagi sebagian miliknya. Atau jika ada
temannya yang sakit ajaklah dia untuk menjenguk/menengok temannya sambil
membawa buah tangan.
g.
Perasaan
Anak cenderung sangat ekspresif dengan perasaannya. Jika sedih
dia akan menangis; jika marah dia bisa mengamuk; dan jika senang, dia akan
tertawa riang. Kadang ada anak yang tidak mampu mengontrol emosinya.
Sebagai pendidik ajarlah anak dengan menggambarkan beberapa
raut wajah yang menunjukkan berbagai emosi seperti marah, senang, sedih, kecewa,
atau kesal sambil menjelaskan masing-masing emosi tersebut.
h.
Pemilihan
Terkadang orang dewasa suka memaksakan kehendaknya kepada
anak-anak sehingga anak tidak memiliki pilihan lain yang bisa dia pilih. Akibatnya
dia tidak jarang menjadi anak yang stres. Ajarkan anak untuk memilih sesuatu
yang benar-benar dia sukai secara
asertif (tegas), bukan karena pengaruh atau tekanan dari orang lain.
Namun jika pilihan anak itu salah atau tidak sesuai dengan
keinginan kita, jelaskan secara lemah lembut dan memintanya untuk mengubah
pilihan tersebut. Yang disertai dengan argumen yang bisa mereka terima sehingga
mereka tidak merasa sedih atau kecewa.
i.
Kehidupan
Ajarkan kepada anak bahwa kehidupan tidak lepas dari
tanggung jawab dan komitmen. Ceritakan contoh-contohnya dari masalah
sehari-hari; bagaimana orangtua bekerja keras demi memenuhi tanggung jawabnya
bagi keluarga. Lalu kita juga bisa menyelipkan pesan kepada mereka, jika
dibelikan sesuatu hendaknya harus dijaga jangan sampai rusak.
Sekali-kali ajak anak didik kita berjalan-jalan di seputar
sekolah. Terangkan berbagai kejadian yang mereka lihat dengan bahasa sederhana,
misalnya mengapa ada orang yang menjadi pengemis atau ada pula yang bisa
memiliki mobil pribadi. Dari melihat realita kehidupan sehari-hari anak dapat
belajar bahwa kehidupan tidak selamanya menyenangkan dan perlu perjuangan.
Anak didik dapat juga diminta untuk menceritakan pengalaman
mereka bersama keluarga dan teman-temannya.
j.
Mengatasi masalah
Anak diajarkan bagaimana mengatasi masalah yang
dihadapinya. Jika dia merasa kesal karena tidak dipinjamkan sesuatu oleh
temannya, kita bisa membantunya mengalihkan perhatiannya dari rasa kesal. Misalnya
dengan mengajaknya melakukan sebuah permainan atau menceritakan sebuah dongeng.
Ajarkan pula kepada anak untuk mandiri, belajar mengikat
tali sepatu sendiri, misalnya akan mengajari anak bagaimana bersabar.
8.
Kecerdasan Naturalis
Kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali dan
memahami sifat-sifat alam. Juga kemampuan untuk bekerja sama dan menyelaraskan
diri dengan alam dan senang berada di lingkungan alam yang terbuka, seperti
pantai, gunung, cagar alam, atau hutan. Anak-anak dengan kecerdasan ini
cenderung suka mengobservasi lingkungan alam, seperti aneka macam bebatuan,
jenis-jenis lapisan tanah, aneka macam flora dan fauna, atau benda-benda di
angkasa.
Anak dengan kecerdasan ini berpotensi untuk menjadi
ahli/peneliti alam, seperti ahli biologi, ahli botani, antropolog, astronaut,
atau petani. Anak yang menonjol dalam hal ini sering disebut nature smart.
Cara yang bisa dipakai untuk mengembangkan kecerdasan ini
di sekolah antara lain:
a. Mengajak anak untuk menanam
dan merawat sendiri tanaman mereka di sekolah, dalam pot atau di kebun sekolah.
b. Di beberapa sekolah ada
yang menyediakan hewan piaraan, seperti ayam, atau kambing. Ajak anak didik
untuk memberi makan dan memperhatikan pertumbuhan hewan tersebut.
c.
Sekali-kali anak didik
diajak ke kebun binatang atau pertanian, museum, planetarium, dan wahana
rekreasi edukatif lainnya.
9.
Kecerdasan Transendental
Pada dasarnya sejak lahir manusia memiliki naluri
ketuhanan, yaitu naluri adanya kekuasaan transendential di luar dirinya yang
diyakininya bisa memberi kekuatan, ketenangan, semangat, bahkan rezeki dan
hukuman. Kenalkan Tuhan pada anak-anak sedini mungkin agar dia memiliki
kekayaan sense of moral yang penting untuk menjaga kesehatan mental
sepanjang hidupnya.
Selain kecerdasan akademis (IQ), kecerdasan transendental
(SQ) juga mutlak diperlukan dalam tumbuh-kembang seorang anak. Pendidikan SQ
dapat menumbuhsuburkan self awareness dalam diri anak.
Mendekatkan anak pada Tuhan bisa dimulai dengan cara antara
lain:
a.
Mengajarkan doa-doa
pendek/doa sehari-hari, seperti doa sebelum dan sesudah makan, doa sebelum dan
sesudah tidur, doa sebelum dan sesudah belajar, doa keluar-masuk kamar mandi,
dan doa untuk orangtua.
b. Mengajarkan surah-surah
pendek dalam Juz ‘Amma. Dewasa ini sudah tidak aneh lagi jika anak usia 5 tahun
sudah hafal lebih dari 3 juz Al-Quran.
c.
Mengajarkan tata cara
ibadah sehari-hari (wudhu, shalat dan sebagainya).
d.
Mengajarkan adab sopan
santun terhadap orang yang lebih tua, sebaya, atau yang lebih muda.
Hindarkan persepsi
bahwa anak yang tidak cerdas logika
(pintar matematika dan exact) adalah anak yang bodoh. Pada dasarnya kecerdasan
majemuk berkaitan dan menunjang satu sama lain, meskipun dalam diri setiap anak
pasti ada salah satu yang dominan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar